Friday, February 19, 2010

Berita dari Semenanjung

Foto: Bima Wicak Prawiro
Teks: Hanif
____________________________

“Assalaamua’laikum warahmatullahi wabarakatuh”, sapa Duta besar Indonesia kepada hadirin di ruang seminar. Alhamdulillah pikirku, kita datang ontime. Ruangan saat itu dipenuhi sekitar 500 peserta seminar dari berbagai perwakilan universitas di Malaysia. UCTI, MMU, UKM, UM, UUM adalah sebagian dari universitas yang hadir. Kami berempat, aku, Cumba, Bima dan Alfi duduk sederet di bangku paling buncit. Di podium, DUBES RI untuk Malaysia, Da’I Bachtiar, sedang memberi kata sambutan. Di hadapan beliau terjejer rapi tokoh- tokoh sejarah Indonesia dan Malaysia, mereka adalah Tun Mahathir Muhammad, mantan perdana menteri Malaysia yang penuh dengan catatan mengesankan dalam pembangunan Malaysia. Tokoh selanjutnya Dr. Nasir Tamara, beliau pernah belajar di 4 negara berbeda di universitas terbaik yang dimiliki Negara tersebut, seperti yang beliau sebutkan setelah lulus dari UI  jurusan ilmu politik beliau melanjutkan studi ke perancis di Sorbonne university, setelah itu di Amerika,

Tun Mahathir Muhammad, mantan PM Malaysia

Da'i Bachtiar, Dubes Indonesia untuk Malaysia


Da'i Bachtiar beserta Narasumber dan PPI Malaysia


 
Dr. Nasir Tamara


juga di universitas terbaiknya, Harvard university. Di sana beliau sempat bekerja bersama pakar ilmu sosial Samuel Huntington. Setelah selesai di Amerika beliau melanjutkan studi di inggris, juga di universitas terbaiknya, Oxford university. Pengalaman yang paling beliau ingat adalah ketika terbang satu pesawat dengan tokoh revolusi Iran, Ayatollah Khomeini, pada tahun 1989, dalam penerbangan menuju iran, kembalinya Ayatollah saat itu adalah untuk menggulingkan kekuasaan Shah reza Pahlevi, dan Dr.Nasir menjadi saksi ketika Ayatollah turun dari pesawat yang menandakan saat itu juga kekuasaan iran jatuh ke tangan Ayatollah, didukung oleh hampir seluruh rakyat Iran yang saat itu turun ke jalan.

Tokoh kita selanjutnya adalah Dr4. Ken Kawan Soetanto, beliau menggondol 4 gelar doktor yang semuanya beliau peroleh dari jepang. Saat ini beliau menjabat sebagai dekan universitas Waseda, universitas swasta yang karena peran beliau, menjadi sangat terkenal di jepang. Waseda yang saat beliau memulai karir hanyalah kampus berisi anak- anak buangan tanpa semangat belajar. Namun, dengan cara beliau menyentuh titik sadar mereka, kumpulan anak terbuang universitas Waseda menjadi mahasiswa cemerlang di bidangnya. Bukan hanya universitas Waseda yang menerapkan cara beliau menyentuh titik sadar pelajar, tapi hampir seluruh jepang menerapkan cara beliau, sehingga di jepang sejak tahun 1993 dikenal luas ‘Soetanto Effect’ yaitu menyentuh titik sadar pelajar sehingga dapat mencapai puncak kecemerlangan mereka. Dr. Ken juga satu- satunya non-jepang yang terpilih menjadi penentu kebijakan makro ekonomi di bawah departemen ekonomi jepang.

Setelah Dubes Da’I Bachtiar selesai membuka acara, kini giliran Tun Mahathir menyampaikan pemikirannya. Tun Mahathir mengungkapkan persamaan- persamaan antara Indonesia dan Malaysia, seperti omongan beliau, Indonesia dan Malaysia sebenarnya hampir tidak memiliki perbedaan atau yang beliau sebut sebagai artificial difference hanya karena dijajah oleh Negara berbeda, sehingga menjadikannya ada sedikit perbedaan. Beliau juga tidak memungkiri kalau hubungan kedua Negara sedang ‘hangat’, akan tetapi sejak dahulu baik pemerintah Indonesia maupun Malaysia selalu tetap berhubungan baik. Beliau juga menyampaikan kalau sebenarnya Indonesia memiliki potensi untuk menjadi Negara besar. Beliau juga menekankan perbedaan western democracy dan ASEAN democracy, western democracy fokusnya adalah invidual interest yang sangat tabu jka diterapkan secara mentah di ASEAN yang menerapkan society interest. Di sesi tanya jawab Tun Mahathir ditanya oleh seorang peserta tentang apa tanggapannya tehadap gelar yang diberikan kepadanya sebagai ‘ little Soekarno’. Beliau rupanya agak geli menjawab pertanyaan itu, kata beliau mungkin saja ada faktor- faktor yang sama dimiliki oleh Soekarno maupun Tun Mahathir, tapi Tun juga mengingatkan kalau julukan itu tidak sepenuhnya benar karena dulu Soekarno pernah melawan Malaysia dalam gerakan ‘Ganyang Malaysia’ jadi mereka berdua tidak mirip secara total.

Setelah sesi break, giliran Dr. Nasir Tamara memberikan pidatonya, Dr. Nasir yang seorang social scientist kini beliau menjadi dosen di Singapura. Dalam pidatonya beliau menguraikan poin- poin penting dari buku yang telah ditulisnya, Rising Indonesia. Dalam perkiraan Dr. Nasir, pada 2040 Indonesia akan menjadi Negara terkaya nomer- 7 di dunia. Salah satu indikasinya adalah masuknya Indonesia dalam anggota G-20. Namun itu saja tidaklah cukup beberapa prasyarat juga harus terpenuhi apabila Indonesia ingin mencapainya yaitu sifat cinta bangsa, kerja keras dan tentunya kebijakan ekonomi yang tepat. Menurutnya, Indonesia akan mencapai puncak tersebut seirama dengan bagaimana India mencapai puncaknya. Keadaan geografis yang mirip, dengan tingkat kepadatan penduduk dan perataan kesejahteraan maka India adalah contoh yang paling sesuai jika ingin dicari perbandingannya.

Sesi break kedua tiba waktunya. Kami tanpa basa- basi menuju meja hidangan, ada coffee break plus makan siang, komplit. Satu jam kita menikmati masakan padang yang disediakan, setelah itu shalat dhuhur dan kembali lagi ke seminar hall untuk mendengarkan doktor pangkat empat kita berorasi, Dr. Ken. Beliau adalah pembicara yang ditunggu- tunggu sebenarnya oleh peserta seminar, terbukti meskipun hari sudah siang, namun peserta tidak ada yang meninggalkan acara. Dr. Ken muncul dengan perawakannya yang kecil, beliau tidak Nampak kalau mempunyai 4 gelar doktor, ditambah lagi dengan logat jawanya yang kental khas Suroboyo semakin ‘diragukan’ kedoktorannya. “ saya di depan sini akan mencoba berbicara dengan hati”, kalimat permulaannnya. Setelah itu kalimat demi kalimat mengalir dari Dr4 itu, beliau menceritakan perjuangannya pada masa kecil, sehingga beliau bisa mengambil S1 di jepang, meskipun saat S1 dia sudah berumur 27 tahun, tapi tetap tidak menghalanginya untuk maju.

Dr4. Ken Kawan Soetanto


Dr.Ken bagi saya adalah sosok guru yang saya dambakan, beliau dengan semangat ingin mendobrak jiwa- jiwa lemah para pelajar sehingga mereka bisa lebih terbuka terhadap apa yang mereka inginkan. Itulah yang beliau lakukan terhadap mahasiswa- mahasiswa di universitas Waseda, Tokyo, yang pada awalnya hanyalah kumpulan anak- anak tanpa semangat yang duduk di bangku kuliah, namun sekarang Dr. Ken telah mendobrak alam bawah sadar para mahasiswa yang sedang terombang- ambing dan menyadarkan mereka kembali bahwa seseorang harus mempunyai goal dalam hidupnya dan menyadarkan mereka bahwa tujuan kita para mahasiswa, harus kita tempuh secara sadar (Conscious) dalam arti kita faham betul apa yang kita mau, apa yang kita perlukan dan kemana kita akan menuju, itulah yang akhirnya tekenal di seantero jepang sebagai ‘Soetanto Effect’. Menurut beliau ada 4 macam tipe guru


- Guru yang Biasa, mengajar
- Guru yang Baik, menjelaskan
- Guru yang Lebih, mempraktekkan
- Guru yang paling Hebat, menginspirasi