Saturday, May 1, 2010

Penjual Semangat

Text: Hanif
Foto: Google Image
___________________

Untuk kesekian kalinya tulisanku berawal dari sebuah perjalanan bin travelling. Siang itu entah tanggal berapa aku membuat janji dengan seorang kawan dari Indonesia di daerah Ampang. Rencanaku siang itu mau langsung pulang setelah bertemu, tapi berhubung menghormati ajakan beliau aku ikut saja saat diajak ke warung dulu, “yang enak kita minum teh tarik dulu”, ajaknya. Aku oke saja sampai setelah tahu kalau minum tehnya di daerah masjid jame’, bakalan lama dan terlambat masuk kampus pikirku, sore ini aku masih ada kelas, setengah jam lagi tepatnya. Sampai masjid jami’ kita langsung menuju kedai sasaran dan meneriakkan “ teh tarik bang!”, teriak kawanku “DUA”,tak tambahi. Obrolan dimulai seperti biasa sampai tidak terasa sruputan teh yang terakhir habis, maka itu waktuku untuk pergi. Segera setelah pamit aku jalan ke arah stasiun lrt.

Nah, pas perjalanan ke lrt aku berjumpa seseorang di atas kursi roda, dengan kondisinya yang lemah, aku tebak dia terkena penyakit polio. Wajahnya yang murung dan melas ditambah dengan kondisi fisiknya yang sebegitu lemah memunculkan gambaran mahluk yang membutuhkan bantuan di benakku. Nampak dia menjual sesuatu semacam kerupuk kecil- kecil. Tanpa banyak berpikir aku kasih dia duit seringgit tanpa meminta barang yang dia jual. Setelah uang aku sodorkan, aku langsung meninggalkannya, aku berniat amal saja bukan untuk membeli, tapi Nampak olehku kalau dia menjulurkan dagangannya, sebungkus kerupuk, tapi aku bilang tidak perlu bang, buat abang saja. Walhasil setelah aku tinggal dan beri uang, wajahnya yang tadi melas dan murung sekarang berubah menjadi jauh lebih melas dan sedih dari sebelumya. Dia menggapaiku dengan bungkusan kerupuknya, dia bilang tolong ambil kerupuknya. Aku yang sudah berniat cuman memberi jadi tidak menghiraukan permintaannya meskipun wajahnya kini menjadi sangat lebih melas dari sebelumnya.

 Aku sampai di stasiun dan menuju ke arah kampus. Di perjalanan aku jadi teringat dengan orang itu, wajahnya yang semakin melas setelah aku beri uang terus hinggap di kelopak mata. “apa yang dia mau ya?”, pikirku. Sampai aku berpikir kalau mungkin aku telah menabraknya tidak sengaja atau mungkin tidak terasa aku telah injak kakinya, tapi rasanya kok tidak ya, yang pasti kupikir karena aku tidak menerima kerupuk yang disodorkan tadi. Niatnya adalah berdagang bukan untuk meminta. semangatnya yang tinggi untuk berdagang tidak cukup hanya diberi uang tapi harus juga barangya bermanfaat dan dimanfaatkan orang lain itulah tujuan dia. Mungkin saya ‘telmi’ kenapa tidak kupikir dari tadi untuk mengambil saja kerupuknya. Dan akupun berjanji kalau ketemu dengan orang itu tadi aku tidak akan memberinya uang tetapi membeli dagangannya, benar- benar membeli. membayar dan mengambil kerupuknya.

Beberapa minggu setelah itu, aku berada di tempat yang sama untuk bertemu seorang teman lain, ketika akan pulang aku surprised dengan kehadiran penjual kerupuk yang aku tunggu- tunggu. Dengan pede aku datangi dia dan tanpa basa- basi aku beli kerupuknya, “satu bungkus bang!”. Wajahnya senang bukan main setelah aku ambil kerupuknya, aku merasa janjiku terpenuhi untuk membeli dagangannya. Aku masukkan bungkusan ke dalam tas, tidak berminat sama sekali untuk mencicipi apalagi menghabiskannya, jadi aku simpan saja di tas dan kubawa pulang. Sebelumya aku terburu- buru ke kampus, udah telat setengah jam dan posisi masih di masjid jami’, 20 menit dari kampus. Alhamdulillah sempet juga hadir di kampus.  Setelah urusan di kampus selesai, aku langsung balik ke rumah kos dan kerupuknya, terlupakan.

Sore menjelang maghrib aku sudah ada di rumah dengan tingkat kecapekan dan kelaparan luar biasa, seperti biasa masak nasi dan persiapin lauk khas anak kos. Sambil menunggu nasi, perutku sudah bernyanyi merdu minta diisi, gak tahan lagi buat nunggu nasi mateng. Ada sih kerupuk yang tadi, tapi agak kurang minat waktu mau makannya, terpikir kebersihannya atau bumbunya, msg-nya, atau minyak yang dipakai buat goreng kerupuknya mungkin sisa- sisa. Tapi dicoba kan gak ada salahnya juga. Aku ambil bungkusan kerupuknya, sobek plastik setengah ons yang membungkusnya, dan kress,,,, kress, lagi kress,,,dan lagi dan lagi sampai hampir separuh plastik aku habiskan. Luar Biasa!! Kerupuknya luar biasa. Rasanya muantep, gak ku sangka. Kalau kalian ingat snack TARO, nah semacam itu rasanya, persis, cuman beda bungkus aja. Aku masih gak peduli kress,, kress,,, sampai tersisa seperempat plastik aku baru berhenti. Aku berpikir telah salah, kenapa? karena belinya cuman satu, dengan harga segitu abang on-the-wheel tadi mempunyai produk kerupuk dengan citarasa tinggi. 

sebenernya Tulisan ini sudah agak lama selesai tapi belum sempat posting, membaca tulisanku sendiri, aku ingat tullisan alwi alatas, seorang  blogger dan penulis buku, di blognya yang dia beri judul Membeli Semangat. Ketika kita membeli sesuatu dari seseorang yang menawarkan barangnya dengan penuh semangat dan harapan, sebenarnya kita bukan telah membeli barangnya tetapi membeli semangatnya yang luar biasa.


Pedagang semangat


Penjual semangat dari lain negeri