Saturday, November 27, 2010

MAHAMERU SUMMIT { II }

Foto: Dwi Qaqa
Text: Hanif                      





Ranukumbolo, perkampungan pendaki


Pukul satu siang kami tiba di Ranupani, di sini adalah pos Utama jalur pendakian semeru. Setelah mengurus perijinan mendaki, kami berenam memenuhi hajat perut masing- masing. Di Ranupani tersedia beberapa warung makan yang sepertinya sumber kehidupan satu- satunya dalam radius puluhan kilo meter selain persediaan makanan sendiri, dan mungkin optional, makanan penduduk setempat.

Tepat pukul 1.30 kami memulai langkah pertama menuju puncak mahameru, dengan masing- masing berbekal persediaan mi instant, kopi, air mineral 2 liter kami merasa sudah sangat pede untuk sampai ke puncak, bahkan langkah pertama kami rasakan sebagai langkah kami di puncak semeru, Mahameru! Kilometer pertama kami lalui tanpa halangan berarti karena trek yang paving stone kami jalan dengan semangat ’45 yang tak terhentikan.

 Kilometer kedua trek pendakian juga masih berupa batu paving, semangat ’45 juga masih terasa kental di antara kami sebelum kami bersama- sama secara perlahan tapi pasti mengalami kelelahan yang luar biasa di menit selanjutnya. Baru memasuki kilometer kedua, semangat ’45 yang tadinya masih kental, tiba- tiba saja larut tanpa permisi, otot- otot kami terasa gugup, dan pikiran melayang kembali ke Ranupani, jip, dan lanjut kembali ke Malang. Mustahil.

Kami nggak ingin ada cerita sebuah grup yang baru jalan 2 kilo tiba- tiba harus kembali karena kecapekan. Kalo di atas semeru sana terdapat banyak memoriam yang menunjukkan kegigihan seorang pendaki sampai harus mengorbankan nyawa, maka kami tidak ingin di titik kilometer 2 ini ada memoriam yang memperingati kami, yaitu serombongan bujangan berisi 6 kepala yang harus pulang ke rumah masing- masing karena kecapekan di KM 2!!. No Such a Thing, BOY.

Kami ambil napas panjang dan mengevaluasi problem yang hasilnya ternyata kelompok kami menderita semacam penyakit-kronik-akut-berbahaya-tak-terobati bagi seorang pendaki, penyakit kelebihan beban. Karena khawatir kehausan, kami membawa banyak air mineral, tapi justru di situ sumber masalahnya, kebanyakan air malah menguras tenaga kami. Maka kami putuskan untuk membuang sebagian air mineral, dan menyisakan secukupnya. Dengan sisa semangat ’45 yang sudah cair kami sampai ke pos pertama pendakian. Di pos ini, kami istirahat sebentar, meluruskan otot dan urat yang kaku karena shock sekaligus kami jama’ shalat Dhuhur dan Ashar.

Berangkat dari pos satu, tim kami terpisah menjadi dua grup. Tiga orang berangkat duluan mengikuti grup lain yang juga menuju Ranukumbolo. Aku di grup kedua, kami bertiga tanpa ada satupun yang berpengalaman dalam hal daki- mendaki menerobos trek pendakian sampai menjelang sore. Ketika hari mulai gelap, kami baru sampai di Pos 3, pos ini terkenal berat karena kondisi trek yang panjang dan kemiringannya mencapai 40 derajat. Gak heran kalau di pos ini banyak pendaki yang lebih memilih istirahat panjang sebelum menjajal trek setelah pos 3 ini. Kami lihat banyak pendaki yang sebenarnya memulai perjalanan sebelum kami, tapi kami susul di pos 3 ini. Tidak buat kelompok kecil kami, dengan harapan sampai ke Ranukumbolo lebih cepat dan bisa menyusul grup kami yang sudah nyangkut di grup pendaki lain, kelompokku masih membawa semangat ’45 yang agak lumer tadi menaiki jalur pos 3 tanpa istirahat! Ganass.

Kondisi semakin gelap, kami semakin berhati- hati, senter ABC Power warna biru yang aku beli di Indomaret ternyata sangat membantu. Rofiqul dan Dwi Qaqa pake headlamp, senter kecil dengan cahaya yang lumayan maknyus dilengkapi dengan fitur bisa ditempel di jidat masing- masing, jadi tangan bisa nganggur dan kalau terpeleset masih mungkin untuk cari pegangan, aku sendiri masih pakai senter biasa alhasil pas jatuh bangun, senter ABC-lah yang paling kasihan karena jadi tumpuan bobot Carrier.


Pendakian Malam


Kami ingat saat sekitar pukul 6 sore saat kami menemui tulisan Ranukumbolo 500 meter. Perasaan seneng, capek dan bingung menjadi satu gak karuan. Gimana gak bingung sudah hampir satu kilo dari tulisan tadi, kami masih belum juga sampai Ranukumbolo. Yang kami dapati malah pemandangan Ranukumbolo dari atas bukit. Jadi kami bertiga simpulkan tulisan tadi memberitahu kalau Ranukumbolo bakal terlihat sekilo kedepan, catat ya ‘terlihat’ bukan ‘terletak’. Dari posisi kita melihat Ranukumbolo aku perkirakan harus di tempuh satu jam lagi perjalanan. Kami segrup yang awalnya bersemangat ’45 agak lumer, sekarang menjadi lumpuh total. Akibat informasi yang kurang tepat, kami sudah terlalu girang untuk sampai ke Ranukumbolo, itulah yang membuat kami merasa lebih capek, sisa energi terkuras habis dalam kegirangan semu. Fatamorgana…

Diiringi bayangan bulan dan rancauan masing- masing, kami berjalan dengan sisa- sisa energi, sampai di satu titik kami merasa sudah dekat dengan Ranukumbolo, ada panggilan dari bawah, sekitar 500 meter dari kami, “PUL IPUL!”, sepertinya suara teman kami Bashori, salah satu yang nyangkut ke group lain memanggil Dwi qaqa dengan nicknamenya. Gak lama sekitar sepuluh menit, kami sudah sampai di bibir Ranukumbolo. Kami langsung rebah di tempat terdekat sedangkan temen- temen yang lain sibuk mendirikan tenda. Di antara kami berenam, 4 orang berasal dari ITS, Dwi Qaqa, Imam Bashori, Khoirudin Alfan, dan Unyil sedangkan Rofiq lulusan POLTEK Malang.

Malam indah itu kami tutup dengan sepiring mi instant dan Kopi Singa sambil berdecak mengagumi alam Ranukumbolo yang tidak tampak karena malam yang memang gelap.??




Ranukumbolo pagi



Tim menuju Kalimati

Ketua Rombongan





Segarnya Ranukumbolo



No comments:

Post a Comment